Beranda Uncategorized Mengenal Lebih Dekat Lomba Bidar: Sejarah Epik Perahu Tradisional Sungai Musi Palembang

Mengenal Lebih Dekat Lomba Bidar: Sejarah Epik Perahu Tradisional Sungai Musi Palembang

9
0

PastiBerita.Id | Mengenal Lebih Dekat Lomba Bidar: Sejarah Epik Perahu Tradisional Sungai Musi Palembang

Sungai Musi, urat nadi kehidupan Kota Palembang, bukan hanya saksi bisu peradaban yang tumbuh di tepiaya, tetapi juga panggung megah bagi sebuah tradisi yang telah berurat akar selama berabad-abad: Lomba Bidar. Perlombaan perahu tradisional ini bukan sekadar adu cepat di atas air; ia adalah manifestasi kekayaan budaya, semangat kebersamaan, dan kebanggaan masyarakat Palembang yang terus hidup hingga kini. Mari kita menyelami lebih dalam sejarah epik Lomba Bidar, dari asal-usulnya hingga menjadi ikon yang tak terpisahkan dari bumi Sriwijaya.

Asal-Usul Lomba Bidar: Jejak Sejarah di Era Kesultanan

Sejarah Lomba Bidar dipercaya telah ada sejak zaman Kesultanan Palembang Darussalam, bahkan jauh sebelum kemerdekaan Indonesia. Pada masa itu, sungai adalah jalur transportasi utama, dan perahu merupakan alat vital dalam kehidupan sehari-hari, baik untuk perdagangan, perjalanan, maupun pertahanan. Lomba bidar awalnya diselenggarakan sebagai bentuk hiburan bagi Sultan dan pembesar kerajaan, sekaligus sebagai ajang untuk menunjukkan kekuatan militer dan ketangkasan prajurit angkatan laut Kesultanan.

Perahu-perahu panjang ini, yang bisa menampung puluhan pendayung, juga digunakan sebagai armada perang. Oleh karena itu, kemampuan mendayung dengan cepat dan terkoordinasi sangat penting. Perlombaan ini menjadi ajang pelatihan sekaligus unjuk gigi, menguji kekompakan dan kekuatan fisik para prajurit. Dari sinilah, Lomba Bidar berevolusi menjadi tradisi tahunan yang dinanti-nanti, terutama saat perayaan hari-hari besar Kesultanan.

Bidar: Lebih dari Sekadar Perahu

Kata “bidar” sendiri merujuk pada jenis perahu panjang dan ramping yang didayung oleh banyak orang. Dalam konteks Lomba Bidar Palembang, perahu ini memiliki karakteristik unik. Dibuat dari satu batang pohon utuh yang dipahat dan diukir, bidar tradisional bisa mencapai panjang 20 hingga 30 meter dan mampu menampung 50 hingga 70 pendayung. Bagian haluan dan buritan bidar sering dihias dengan ukiraaga atau burung yang megah, melambangkan kekuatan dan keberuntungan.

Proses pembuatan bidar adalah sebuah mahakarya. Para pengrajin bidar adalah ahli yang mewarisi teknik turun-temurun, memastikan setiap perahu memiliki keseimbangan sempurna dan kecepatan optimal. Setiap bidar memiliki nama dan identitasnya sendiri, yang seringkali mencerminkaama daerah, semangat tim, atau harapan akan kemenangan. Kekompakan para pendayung, ritme dayungan, dan komando dari juru mudi adalah kunci kemenangan dalam perlombaan ini.

Perkembangan dan Tradisi yang Menyertainya

Setelah era Kesultanan, Lomba Bidar tetap lestari dan bahkan semakin populer di kalangan masyarakat. Pada masa kolonial Belanda, lomba ini juga sering diselenggarakan sebagai bagian dari perayaan atau hiburan bagi para pejabat. Pasca-kemerdekaan, tradisi ini dihidupkan kembali dengan semangat baru, seringkali diselenggarakan bertepatan dengan perayaan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia setiap tanggal 17 Agustus.

Berbagai tradisi mengiringi Lomba Bidar. Sebelum lomba dimulai, biasanya dilakukan upacara adat atau doa bersama untuk memohon keselamatan dan kelancaran. Para pendayung mengenakan seragam khusus yang cerah dan seragam, menciptakan pemandangan yang spektakuler di atas Sungai Musi. Sorakan penonton yang memadati tepian sungai dan Jembatan Ampera menambah semarak suasana, menciptakan euforia yang tak tertandingi.

Meskipun inti perlombaan tetap sama, Lomba Bidar telah mengalami beberapa penyesuaian. Kini terdapat dua kategori utama: bidar lomba (yang lebih modern dan ringan) dan bidar prestasi (yang mempertahankan bentuk tradisional). Hal ini menunjukkan adaptasi tanpa kehilangan esensi budaya. Lomba Bidar tidak hanya mengadu kecepatan, tetapi juga menjadi ajang adu kreasi perahu dan kostum pendayung, menambah daya tarik visualnya.

Lomba Bidar Kini: Warisan Budaya dan Daya Tarik Wisata

Hingga saat ini, Lomba Bidar terus diselenggarakan secara rutin setiap tahun, menjadikaya salah satu acara kalender wisata utama di Palembang. Ribuan orang, baik dari Palembang maupun wisatawan domestik dan mancanegara, memadati area sekitar Sungai Musi untuk menyaksikan pertunjukan spektakuler ini. Lomba Bidar tidak hanya mempromosikan pariwisata, tetapi juga mengukuhkan identitas Palembang sebagai “Venice of the East” dengan sungai sebagai pusat kehidupaya.

Penyelenggaraan Lomba Bidar memerlukan persiapan matang, mulai dari pelatihan fisik para pendayung yang intensif, perawatan perahu, hingga koordinasi keamanan selama acara berlangsung. Partisipasi tim dari berbagai komunitas, instansi, hingga perusahaan swasta menunjukkan betapa kuatnya ikatan masyarakat dengan tradisi ini.

Kesimpulan

Lomba Bidar tradisional di Sungai Musi adalah permata budaya Palembang yang tak ternilai. Lebih dari sekadar ajang olahraga air, ia adalah jembatan yang menghubungkan masa lalu dengan masa kini, meneruskan semangat gotong royong, keberanian, dan kebanggaan lokal dari generasi ke generasi. Melalui dentuman dayung yang serentak dan sorakan penonton yang membahana, Lomba Bidar terus mengukir sejarahnya sendiri, mengingatkan kita akan kekayaan warisan bahari Indonesia yang patut dilestarikan dan dibanggakan.

Sebagai bagian integral dari identitas Palembang, Lomba Bidar adalah bukti nyata bahwa tradisi dapat berkembang dan tetap relevan di tengah modernisasi, terus menjadi magnet yang menarik hati banyak orang untuk menyelami keunikan budaya Palembang.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini